Oleh Achluddin Ibnu Rochim
FISIP Untag Surabaya
FISIP Untag Surabaya
Duniaku dan duniamu di kisaran Zoom in, Zoom out, Black in dan Black out.
Aku: “Hai, Apa kabar... Apa
kau baik-baik saja di sana?”
Kamu: “Aku
sedang tidak terlalu buruk.”
Aku: “Adakah sesuatu yang mengganggumu?”
Kamu: “Iya, ada sih, tapi dibilang tidak ada juga bisa,”
Aku: “Maksudnya,
bagaimana? Aku jadi tak mengerti.”
Kamu: “Ah,
lupakan saja. Aku justeru makin bingung jika kau tanya-tanya terus begini.”
Aku: “ku malah jadi
ikut bingung. Kau tadi katakan bahwa kabarmu buruk, karena ada sesuatu yang mengganggu,
tapi menurutmu, itu tidak juga. Kau bilang iya tapi kau bilang juga tidak. Maksudnya apa sih?! Ada apa sebenarnya ini!?”
Kamu: “Sudahlah,... lupakan
saja...”
Aku: “Ayolah,...memangnya ada apa sebenarnya?”
Kamu: “Baiklah... baiklah... gini nih, emmhh..semalem..."
Aku: "Yaa.. ? Semalem kenapa?!"
Kamu: "Semalem,
Kesadaran terdalamku bermimpi, tapi aku tahu, itu bukan Aku. Sebab aku
baik-baik saja”
Aku: “Ha...?!!
Kesadaran terdalam...?!! Mimpii...??”
Kamu: “Iya,
kesadaran terdalamku, bermimpi..”
Aku: “Apa
yang dirasakan kesadaran terdalammu?”
Kamu: “Aku
tidak tahu, aku belum bicara dengan kesadaran terdalamku,”
Aku: “Ah,
sayang sekali, mestinya kau tanya pada kesadaran terdalammu itu. By the
way, dalam hidupmu, siapakah yang selalu ambil keputusan? dirimukah atau kesadaran terdalammukah?”
Kamu: “Seringkali
Aku. Diriku ini, memang kenapa?”
Aku: “Nah
tuh dia..! Sudaahhh... jika begitu abaikan saja mimpi kesadaran terdalammu itu...! Kan kamu sudah memilih bahwa penentu dirimu adalah kamu ketimbang si kesadaran terdalammu”
Kamu: “Tidak
bisa. Mimpi ini begitu menggangguku. Aku akan selalu penasaran denganya. Ada apa
sebenarnya dengan kesadaran terdalamku. Mengapa kesadaran terdalamku yang beroleh mimpi
sedang aku tidak? Ini harus terungkap,,, yaa harus terungkap!”
Aku: “Saranku,
kau bicara saja dengannya.”
Kamu: “Iya
aku akan bicara dengannya”
Aku: “Siapa
tahu dengan begitu kau akan tahu, apa yang sedang terjadi dengan kesadaran
terdalammu itu. Mungkin saja dia ingin memberitahumu, bahwa ada sesuatu yang
teramat penting yang bersifat peristiwa ‘Adi Alami’ sehingga hanya kesadaran
terdalam saja yang mampu menangkap bisikan alam melalui mimpi”
Kamu: “Mengapa
tidak langsung saja mimpi padaku? Mimpi di aku !?”
Aku: “Kau
tidak akan bisa menerima mimpi itu. Kau tidak memiliki sensifitas
penginderaan lapisan tinggi, karenanya dirimu tidak mengalami mimpi itu, dirimu
yang material dan fisik itu tidak memiliki kemampuan azali untuk bisa menangkap
bisikan alam realitas tinggi. Sementara kesadaran terdalammulah yang berdiam di
wilayah realitas tinggi itu, sehingga dia mampu menangkap kabar penting dari
yang gaib yang sengaja dipaparkan melalui mimpi. Selanjutnya kesadaran
terdalamlah yang akan memberitahumu kabar penting buat perjalanan hidupmu itu.
Dengan begitu kau bisa membuat keputusan atas pertimbangan kesadaran terdalam,
bukan atas dasar dunia tampilan luar alias kulit saja. Untuk itu cobalah buat
dirimu lebih mendengar kata sang kesadaran terdalam dan jangan mendengar kata
yang bersifat luaran, semisal omongan orang, teman, atau pendapat masyarakat.
Hati-hati mereka seringkali menipu, karena pendapat mereka lebih didasarkan
pada tradisi budaya mereka yang sejatinya adalah kulit saja, bukan dari hakekat yang
terdalam, yang essensial, yang subtansial, yang berangkat dari akar ke azalian”
Kamu: “Woww........ kau terkadang membuatku keheranan.”
Aku: “Kenapa??
Karena aku sok tahu??”
Kamu: “Hahahahaaa....iya sih kadang-kadang... Tapi tidak juga... Kali ini pendapatmu ada benarnya juga”
Aku: “Sialan..!!!”
Kamu: “hahahahahahaha......”
Sore baru saja jatuh, gerimis pun turun satu satu, Dunia lalu menjadi Black Out karena kamu Mencubit aku, dari kesadaran terdalammu tentu saja.
2 wicara:
Kereen pak Didin, nuansa religious experiences begitu sejuk terasanya pak
waahh... terimakasih komen apresiasinya yaa... saya pengen semua teman nulis di cafe pena, bisa dikirim melalui email: ibnurochim.pena@blogger.com
Posting Komentar